Komunitas Ilmu Perpustakaan (KIP)
PENGANTAR
Berangakt dari sejarah, tepatnya pada masa Dinasti
Abasiyah (750-1258 M) Perpustakaan Baitul Hikmah merupakan salah satu
Perpustakaan terbesar pada masa itu. Tidak sembarang orang dapat bekerja di Perpustakaan
tersebut hanya para ilmuwan saja yang dapat bekerja di Perpustakaan Baitul
Hikmah. Di antaranya adalah Al-Kindi, Al-Khawarizmi, seorang ilmuwan Matematika
terkenal saat itu, maka dapat di katakan bahwa mereka adalah para
ilmuwan-pustakawan. Pada masa itu keberadaan perpustakaan dan buku sangat di
hormati, bahkan jabatan seorang pustakawan menjadi primadona saat itu dan
bahkan pustakawan memperoleh gaji yang sangat besar. Namun seiring
berkembangnya zaman Perpustakaan terus mengalami perubahan baik perpustakaan di
seluruh dunia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya.
Di Indoensia sendiri perpustakaan merupakan salah
satu lembaga ilmu pengetahuan yang memegang peran penting dalam memajukan
kondisi negara terutama di bidang pendidikan. Sebab pada dasarnya Perpustakaan
di bentuk agar melayani masyarakat tanpa memandang suku,ras dan agama. Sebagai
salah satu lembaga yang memegang peran penting dalam ikut mencerdasakan
kehidupan bangsa maka dapat di katakan bahwa Perpustakaan merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari dunia pendidikan Indonesia sebab itulah Perpustakaan harus
mendapat perhatian penuh dari pemerintah baik dari segi kelengkapan koleksi,
struktur bangunan, biaya, serta sistem pendidikan yang mampu menjamin kelahiran
para pustakawan profesional. Jurusan Ilmu Perpustakaan di Indonesia telah hadir
sejak tahun 1954 atau pada masa awal kemerdekaan, hal ini tentunya menjadi
sebuah penegasan bahwa Perpustakaan merupakan salah satu lembaga paling penting
sebab meskipun waktu itu Indonesia sedang di dera krisis ekonomi namun
kehadiran Perpustakaan tetap di rasa perlu sebagai penunjang ataupun wadah bagi
segenap bangsa Indonesia untuk belajar.
Pada dasarnya Perpustakaan di bentuk untuk melayani
masyrakat secara totalitas dan tidak menciptakan bentuk kesenjangan sosial
dalam pelayanannya, maka untuk tercapainya sebuah perpustakaan yang ideal.
Dalam artian bahwa terciptanya perpustakaan yang nyaman, memiliki bahan koleksi
yang beragam, serta pustakawan yang profesional. Maka untuk mewujudkan hal ini
di perlukan sebuah sistem pembelajaran yang tersistematis serta terperinci agar
melahirkan para sarjana ilmu perpustakaan yang profesional dan kritis. Di
Indonesia sendiri sekitar 13 Universitas sudah menyediakan jurusan Ilmu
Perpustakaan bagi anak-anak bangsa yang ingin menelaah lebih dalam mengenai
Perpustakaan. Namun sangat di sayangkan meskipun sekitar 13 Universitas sudah
menyediakan jurusan Ilmu Perpustakaan serta jurusan ini sudah hadir sejak tahun
1954 namun belum ada bentuk kontribusi yang secara menyeluruh bagi kemajuan
perpustakaan bahkan nasib Perpustakaan di Indonesia sangat memprihantinkan.
Selain di pandang sebelah mata dari Pemerintah serta belum memliki sebuah garis
koordinasi yang jelas antara Perpustakaan-Perpustakaan di Indonesia, seperti
perpustakaan umum, universitas dan sekolah sehingga menciptakan berbagai
ketimpangan di berbagai sisi Perpustakaan belum lagi di tambah dengan hegemoni
politik yang biasa di kenal dengan politik kekeluargaan/politk Nepotisme.
Padalah untuk menjadi seorang kepala Perpustakaan sudah di atur dalam UU bahwa
Kepala Perpustakaan hendaknya di pimpin oleh seseorang yang berlatar belakang
ilmu perpustakaan namun sangat di sayangkan hegemoni politik ternyata
menciptakan ketidakteraturan dalam penempatan kepala Perpustakaan, belum lagi
di tambah dengam budaya apatis dari Pustakawan.
Sistem pendidikan pada internal kampus yang di
harapkan dapat melahirkan para Pustakawan yang berkualitas ternyata tidak
tercapai. Bentuk proses pembelajaran yang hanya bersifat pada hal-hal teknis
semata menciptakan kecendrungan pada daya pikir pustakawan bahwa mereka hanya
bertugas untuk mengatur buku di perpustakaan selain itu juga bentuk
pembelajaraan yang terkadang hanya terpaku pada teori semata tanpa langsung
membenturan teori tersebut dengan kenyataan ternyata tanpa kita sadari telah
mematikan kreatifitas serta sikap kritis dari mahasiswa ilmu perpustakaan.
Bentuk pembelajaran yang terpaku pada hal-hal teknis, serta belum adanya garis
koordinasi yang jelas antara tingkata-tingkatan Perpustakaan di Indonesai,
belum lagi di tambah dengan hegemoni politik atau politk Nepotisme, serta
ketidakpedulian Pemerintah terhadap Perpustakaan semakin memperpanjang citra
buruk perpustakaan dan pustakawan di hadapan masyarakat. Bentuk pengajaran yang
terlalu terpaku pada hal-hal teknis telah menciptakan para
pustakawan-pustakawan yang cenderung apastis, memiliki cakrawala berfikir yang
sempit, serta merasa diri hanya sebagai tukang atur buku tanpa pernah memahi
dan mengerti bahwa orientasi dari seorang pustakawan adalah menerjunkan diri
untuk berbaur dengan masyrakat. Namun pada kenyataannya para pustakawanpun
lebih memilih bersikap elit dan hanya menghabiskan sebagian hidup di
perpustakaan untuk menyusun buku-buku hingga akhir hayatnyapun bentuk tata
kelola di perpustakaan tidak memberi kontribus pada kemajuan perpustakaan.
Kenyataan ini ternyata melahirkan berbagai masalah
yang mempengaruhi tingkat kemjaun Perpustakaan di Indonesia yaitu:
·
Hegemoni Sistem Politik
·
Ruang lingkup belajar yang terlalu sempit
·
Minimnya bentuk kesadarn kritis di
kalangan pustakawan
·
Timbulnya anggapan umum di kalangan
masyarakat maupun pustakawan sebagai tukang pengatur buku
·
Ketidak perhatiaan Pemerintah
·
Tidak adanya bentuk pembelajaran yang
lebih spesifik
·
Tidak adanya penjelasan yang spesifik
mengenai fungsi Perpustakaan Perguruan Tinggi dan sekolah
Di
hadapkan dengan berbagai masalah seperti ini maka cepat atau lambat
Perpustakaan di Indonesia akan terkikis dan hilang di makan zaman, sebab itulah
sebagai calon pustkawan yang masih berorientasi di dunia mahasiswa maka harus
mengambil tindakan untuk melahiran solusi secara bersama untuk menjawab
berbagai masalah Perpustakaan di Indonesia. Sebab kemajuan perpustakaan itu di
ukur bukan hanya dari sebara banyak pengunjung tetapi dari seberapa tinggi
minat baca di kalangan masyarakat.
TUJUAN PEMBENTUKAN KOMUNITAS ILMU
PERPUSTAKAAN (KIP)
Komunitas Ilmu Perpustakaan atau di singkat KIP di
bentuk dengan tujuan untuk memberi ruang belajar kepada Mahasiswa Ilmu
Perpustakaan di luar area kampus. Dalam artian bahwa KIP bersifat eksternal dan
tidak terikat dengan berbagai peraturan kampus, KIP di bentuk atas dasar
kesadaran dari Mahasiswa Ilmu Perpustakaan akan pentingnya sebuah wadah
berkumpul untuk mencari solusi dari berbagai masalah yang sedang mendera dunia
Perpustakaan di Indonesia.
Tujuan Pembentukan KIP di antaranya adalah:
·
Menjadi ruang belajar bagi Mahasiswa
Ilmu Perpustakaan di luar area kampus
·
Proses pembelajaran yang tidak terpaku
pada hal-hal teknis semata
·
Secara bersama mencari solusi dari
berbagai persoalan yang mendera Perpustaakan di Indonesai serta solusi dari
kesulitan Mata Kuliah di tingakatan bangku kuliah
·
Menjadi ruang dalam mengembangkan kreatifitas
·
Secara bersama mengaplikasikan teori ke
dalam praktek, dll.
Sekiranya
pembentukan KIP ini dapat di tanggapi secara positif oleh kawan-kawan dari
jurusan Ilmu Perpustakaan sehingga kita semua dapat secara bersama-sama
tergabung dalam komunitas ini dan bersama-sama pula memberikan kontribusi bagi
kemajuan perpustakan dan mampu menjadi seorang pustawakan yang benar-benar
profesional.
Maka
dapat di katakan bahwa ada dua tipe pustakawan yang cerdas ataupun profesional:
·
Pustakawan yang paham cara mengelola
perpustakaan dengan baik dan benar.
·
Pustakawan yang paham cara meningkatkan
minat baca di kalangan masyarakat
Maka untuk memajukan
perpustakaan di butuhkan dua tipe pustakawan seperti di atas dan tipe
pustakawan seperti itu tidak akan terlahir hanya pada proses belajar di area
kampus
Komunitas Ilmu Perpustakaan (KIP).
Komentar
Posting Komentar