KUMPULAN PUISI
12 April sudah melawan lupa,
Revolusi tanpa
pertumpahan darah kita lupakan.
Duka 14 Novemberpun
tidak kita hiraukan.
Berpura-pura lupakah
atau memang sudah lupa.
Wahai anak cucu para
momole.
Ranasuri kini menangis.
Nuku kini di landa duka
nestapa
Melihat keadilan
sejarah terlantar binasa di bumi pusaka.
Dulunya,
Tidore menjulang sampai ke Papua.
Namun
sejuta ego dan kepentingan,
Tidore
kini hampir tenggelam,bersama tragedi 1807
Wahai
Anak Negeri.
Patra
Alam pernah berkhianat,Sultan Jamalludin di buang ke Batavia.
Sela
Waring tinggal cerita, bahkan Gamayoupun kita tidak tahu.
Apakah kita bangga
dengan sejarah bersama penjajah?
Apakah kita bangga
duduk satu bangku dengan Cranssen?
Apakah kita sanggup
melihat negeri leluhur ini di bumi hanguskan oleh Belanda?
Apa guna Paradigma jika
hari ini kita masih diam?
Apa guna Filsafat jika
hari ini kita masih berjalan di tempat?
Biarkan berarti hancur,
diam berarti penghianatan terhadap negeri sendiri.
Suba
Jou, Suba Jou, Suba Jou.
Ingat,
ingat, dan ingatlah anak negeri.
Sejarah
pernah berpesan,
“Kenapa
emas permata milik kita tidak kalian hiraukan, lantas kalian memuja dan memuji
milik orang lain yang tidak cocok dengan budaya kita”.
Karya: Nanda. R. Rahman
BUMI CINTA
Pertengkaran Hati telah
sejingkal berjalan.
Keputusan telah
mengambil perannya.
Cintapun siap dengan
ketukan palu sidang yang sah.
Tetapi ada yang coba
menahan, antara maju atau tetap di tempat.
Hati seakan makin
rancuh, tak tahu lagi harus berbuat apa.
Hati masih di sini tetapi
perubahan memaksa untuk melangkah.
Dilema antara ke duanya,
Melangkah menyisakan
luka tetap di tempat mengakibatkan duka.
Cinta
butuh etika,etikapun butuh cinta.
Mencintai
tanpa etika bagaikan hidup tanpa agama.
Moral
hancur, tingkah dan bicara beradu pedang.
Hiduppun
berdarah-darah, darah karena noda dan dosa.
Bukan
menjaga,tapi malah menghancurkan.
Bukan
mendekati mimpi, tetapi mimpi semakin menjadi mimpi.
Bukan
kehormatan di balik kerudung, bukan pula senyum di balik keberhasilan.
Semua
hanya ocehan-ocehan yang merendahkan jiwa dan harga diri
Antara luka ataukah
duka.
Cinta ini dilema,
Cinta ini bimbang,
Cinta ini tak tahu
apa-apa,
Cinta ini butuh cinta
dar Sang Maha Pencipta.
Tolong,
jangan lagi ada air mata, apa lagi hati yang tersiksa.
Tolong,
hanya senyum kedewasaan darimu yang dapat menolong.
Karya: Nanda.R.Rahman
KEPADA
PEMIMPIN-PEMIMPIN REPUBLIK
Kepada tuan-tuan di
kursi singgasana.
Kepada tuan-tuan
penerus jeritan nurani rakyat.
Ir.Soekarno kini
menangis,
Laksamana Malhayati
kini dilanda duka nestapa.
Melihat keadilan
sejarah,terlantar binasa.
Di bumi pusaka.
71 tahun sudah kita
berdiri tegak di bawah kibaran sang merah putih.
Tetapi tuan-tuan lupa
berkaca kepada sejarah, seperti Soekarno Hatta pernah berkaca.
Kami
ingin bertanya kepada kejujuan dan keadilan.
Apakah
kita masih berdiri tegak di bawah panji-panji Demokrasi?
Lalu
bergerak atas semangat gerakan mahasiswa, bukan kepentingan elit politik.
Tapak-tapak
sejarah masih kuat menggurita di depan mata.
Tapi
kini negeri kita, negeri merah putih.
Ibarat
kota mati yang hilang arah.
Ayo
tuan-tuan kepalkan tangan, kita bikin janji.
Karena,
arwah-arwah para pendiri sejarah.
Menanti
aksi nyata dari darah-darah merah putih.
Ayo tuan-tuan kepalkan
tangan, kita bikin janji.
Jangan biarkan rumahmu
terbongkar karena di empat hukmu terdapat
Tanda-tanda telapak
tangan datuk moyangmu.
Jangan biarakn jalan
ditumbuhi rerumputan karena di sana ada jalan
Untuk anak cucumu.
Mulai saat ini, tegakan
kepala.
Jalankan keadilan dan
kebenaran.
Jangan sekali-kali
berbalik belakang dan berpaling muka.
Jangan sekali-kali
berburuk sangka, jangan sekali-kali.
Ingatlah bahwa kita
adalah satu.
INDONESIA.
Kita
berjuang dalam jeritan rakyat, tanpa polesan kapitalisme.
Maka
marilah duduk bersama, bertukar pikiranlah.
Agar
negeri inipun maju seperti negeri orang lain
Ingat,
tidak boleh menunggu lagi.
Bukan
kita siapa lagi, bukan sekarang kapan lagi.
Karya: Nanda.R.Rahman
TAHAJUD
Malam tambah merasuk,
angin dingin mempersiang diri.
Kunaiki tangga-tangga
sajadah Kears’ymu.
Tangan gemetar tengadah
memohon jalan pulang.
Allah ya Allah
Engkau mengetuk hati,
untuk mengembara mencari cinta.
Telah
kutumpahkan rasa malu.
Telah
kubeberkan harga diri.
Kini
aku telanjang melangkah di dunia fana.
Hampa
dan sia-sia.
Allah ya Allah.
Kini setiap waktu aku
berbenah.
Jika engkau datang
tubuhku diam dan sendiri.
Ceritera dan malu akan
beku dan hilang sendiri.
Terbaring
kembali,
Di
derai-derai cempaka putih.
Karya: Nanda.R.Rahman
Komentar
Posting Komentar